Wednesday, August 1, 2012

UZLAH


UZLAH
"Tak ada yang lebih bermanfaat bagi kalbu ketimbang ‘Uzlah yang memasuki medan kontemplasi"
 “Tak ada sesuatu yang lebih bermanfaat atas hati sebagaimana uzlah, sebab dengan memasuki uzlah alam pemikiran kita akan menjadi lapang.”
Keutamaan Uzlah
Uzlah artinya mengasingkan diri dari dunia ramai, masuk ke dunia kesendirian, dengan tujuan menghidupkan jiwa dan mensucikan pikiran dari pengaruh yang merusak. Dengan uzlah akan memperkuat pikiran sehat, menerangi logika dengan sinar Allah, menjauhkan diri dari pikiran maksiat dan perbuatan dosa. Sebab kadang perbuatan maksiat memasuki rongga hidup manusia, datangnya tiba-tiba dan tak dapat diduga-duga.
Dalam uzlah alam pikiran manusia akan menjadi tenang dan luas jangkauannya, wawasan berpikirnya pun bertambah, sedangkan jiwanya menjadi bersih dan tenteram. Dalam keadaan tenang manusia mampu berpikir tentang ciptaan Allah, dan kebesaran Allah sebagai Maha Pencipta alam semesta serta isinya.
Dengan uzlah akan terhimpun dalam rongga jiwa kita sifat-sifat mulia, akhlaqul karimah, serta terhindar dari sifat-sifat mazmumah dan akhlak yang bejat. Cara uzlah ini sekaligus akan memelihara iman dan keyakinan kita serta akan membersihkan jiwa kita dari dosa-dosa kecil, demikian juga akan menghindarkan si hamba dari mendekati dosa-dosa besar.
Sifat-sifat mulia, seperti kalimat-kalimat zikir, pikiran bersih, cita-cita suci, kehendak-kehendak yang menggerakkan amal, perasaan yang menghidupkan iman dan semangat jihad, demikian juga keinginan untuk memberi pertolongan.
Akal pikiran yang menjadi alat berpikir manusia harus selalu dijaga kebaikannya, karena orang yang akan berpikir sajalah yang akan memperoleh kemajuan hidup. Berpikir dan menganalisa dengan pikiran yang sehat akan menyelamatkan manusia dari kekacauan dan ketidakstabilan.
Akal sehat dan pikiran yang jernih akan membiarkan manusia memilih mana yang maslahat dan mana yang mafsadah. Demikian akal pikiran yang dipergunakan akan menjadi kemudi jalan hidup kita, serta mengendalikan pikiran yang berlebih-lebihan, dan menempatkan pikiran pada tempat yang tepat dan strategis.
Orang yang suka ber-uzlah, mampu mengatur jalan pikirannya di waktu hening. Pikiran yang dikendalikan secara teratur akan mendapatkan hasil pikiran yang mampu menggerakkan hidup dan mengarahkannya kepada apa yang dikehendaki oleh syariat agama Islam, dan mengantarkan hamba-hamba Allah kepada “mardhotillah”.
Di saat-saat tertentu adakalanya kita memerlukan logika di samping syariat. Diwaktu seseorang sedang berpikir dikala suasana hening ia akan memperoleh inspirasi (ilham), atau hidayah ilhami dari pikiran yang sedang diaturnya, sehingga akan mudah memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Baik itu persoalan duniawi maupun persoalan ukhrawi. Masuk kepada persoalan yang memerlukan analisa berpikir, maka agama sebagai bagian dari pedoman pemecahan persoalan, akan memberi kepada nilai-nilai hidup yang lebih banyak faedahnya.
Keutamaan yang diperoleh dari sifat uzlah cukup banyak dan bervariasi menuju kesuksesan yang diridhai Allah Swt. Di samping itu, semangat uzlah diperlukan bagi kebangkitan alam pikiran Islami dari masa ke masa.
Keutamaan yang dapat ditemukan dalam uzlah, adalah terhindarnya seorang hamba dari perbuatan maksiat, seperti menggunjing, berolok-olok, mengumpat, sombong, dengki, iri, dusta, namimah, ghibah, durhaka, menghina dan bermacam-macam sifat yang buruk. Uzlah ibarat tempat pencucian diri. Dengan demikian akan terpeliharalah agama, dan terhindar dari keburukan, kemaksiatan dan fitnah.
Uzlah akan memberi kesempatan bagi si hamba menyibukkan diri dengan kesucian hati, lidah dan perilaku, dan menghindarkan diri dari kesibukan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Uzlah adalah salah satu jalan hijrah dari kejelekan kepada kebaikan, dari kesempitan berpikir kepada kelapangan berpikir. Abi Ishaq Ibrahim bin Mas’ud berkata, “Dengan terasing, akan terhimpunlah cita-cita. Dan dengan cita-cita itu akan memperkokoh keyakinan kepada Allah, sedang rencana sangat berbeda dari cita-cita ataupun harapan.”
Dikatakan lagi, bahwa seorang hamba yang hidup menyepi maka ia dapat mengheningkan dirinya dan menyimpulkan masalah yang dianalisanya dalam situasi yang bersih. Nabi Isa as. berkata, “Kalau kamu duduk dengan orang mati, maka kamu akan mati sebelumnya, dan kalau kamu duduk dengan orang yang hidup pikirannya, kamu akan menjadi orang yang hidup dan suka berpikir.”
Sesungguhnya para hamba Allah yang saleh akan banyak meluangkan waktu bersepi-sepi sendiri (berbuat uzlah) untuk merenungkan dirinya dan mengevaluasi amal ibadahnya, mencuci hati dan pikirannya dengan perenungan yang suci, dan memberi arah kepada pikirannya dengan logika yang sehat dan wawasan yang dalam. Disaat jiwa kita jernih akan jernih pula hati dan pikiran kita, dan disaat hati kita lapang akan lapang juga pikiran dan akal kita.
Uzlah Qolbu
Mengapa ‘Uzlah? Karena melalui ‘Uzlah itulah seseorang bisa selamat dari tipudaya-tipudaya, sementara dengan ruang kontemplasi mampu memberikan pencerahan cahaya dalam jiwa. Setiap ‘Uzlah yang tidak disertai dengan kontemplasi pemikiran, maka hanya akan melahirkan kekosongan dan kesombongan belaka. Dalam saat yang sama, suatu aktivitas kontemplasi juga tidak bisa dilakukan tanpa ‘Uzlah itu sendiri.

Menurut Syekh Abul Qasim al-Qusyairi dalam Ar-Risalatul Qusyairiyah, ‘Uzlah merupakan lambang bagi orang yang sedang wushul (sampai) kepada Allah. Memisahkan diri dari keramaian manusia sangat diperlukan bagi mereka yang baru saja menempuh jalan suf. Selanjutnya ia mengasingkan hatinya dari duniawi karena berada dalam kesukacitaan luar biasa dalam hatinya.

Banyak sekali uraian tentang ‘Uzlah dari para sufi. Tentu saja pengalaman mistikal mereka sangat mempengaruhi terminologi yang muncul dalam menguraikan soal ‘Uzlah tersebut.
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Di antara cara-cara terbaik bagi manusia dalam mencari penghidupan adalah seseorang yang mengendarai kuda di jalan Allah, dan apabila ia mendengar suara manusia-manusia yang panik atau ketakutan dalam berperang ia memacu kudanya mencari mati syahid atau kemenangan di medan jihad. Atau seseorang menggembalakan biri-biri dan kambing-kambingnya di puncak gunung atau di kedalaman lembah, namun tetap mendirikan shalat, membayar zakat dan beriubadat kepada Tuhan hingga mencapai keyakinan. Tidak ada urusan dengan sesama manusia kecuali didasarkan atas kebajikan?
Hadits di atas menunjukkan betapa, suatu keberanian mencapai keyakinan akan “banyak digoda oleh hiruk pikuk ketakutan dan kekhawatiran. Hal yang sama ketika seseorang berada dalam kesunyian, di gunung atau di lembah-lembah, seseorang malah memacu jiwanya untuk lebih dekat dengan Allah SWT.
Untuk melakukan ‘Uzlah kata al-Qusyairi, seseorang harus memantapkan ilmu agamanya dan tauhidnya, agar dalam proses ‘Uzlah tersebut, seseorang tidak tergoda bisikan-bisikan syetan. Biasanya para sufi mengaitkan tradisi ini dengan khalwat dan zuhud. Zuhud sendiri merupakan buah dari ‘Uzlah. Abu Muhammad al-Jurairi ketika ditanya, apa sebenarnya ‘Uzlah itu? Ia menjawab, “Uzlah adalah Anda masuk dalam kumpulan orang banyak sambil menjaga batin Anda supaya tidak diharu-biru oleh mereka. Anda menjauhkan diri dari dosa-dosa, sementara batin Anda berhubungan dengan Allah.
‘Uzlah di sini berarti ‘Uzlah Kalbu, agar sejumlah fenomena lahiriah, fenomena kehidupan, sama sekali tidak mengganggu ketentraman hati seseorang, apa pun yang terjadi. ‘Uzlah inilah, yang menciptakan seseorang tetap “sunyi dalam keramaian, dan ramai dalam kesunyian?. Artinya, hati tetap merasa sunyi bersama Allah ketika seseorang berada di tengah hiruk pikuk kehidupan, dan sebaliknya hatinya senantiasa ramai dengan dzikrullah di tengah-tengah kesunyian dirinya.

‘Uzlah itu memang menyendiri, mengesampingkan dari hiruk-pikuk duniawi, ketika seseorang sedang memproses dirinya untuk sampai kepada Allah SWT. Karena itu secara lahiriah, ‘Uzlah perlu dilakukan dengan “menyendiri tanpa diganggu oleh keramaian. Jika hatinya telah mampu, maka baru hatinya yang ‘Uzlah, sementara dhahirnya berada di tengah keramaian.
Menurut pensyarah Al-Hikam, Syekh Zaruq, membagi ‘Uzlah dalam tiga kategori. Pertama, manusia yang ‘Uzlah kalbunya, sementara fisiknya tidak. Inilah yang merupakan eksistensi yang nyata dan perjalanan yang cemerlang. Situasi dan kondisi mistikalnya adalah kondisi manusia-manusia Muttaqin dan telah mencapai keparipurnaan.

Kedua, manusia yang menyendiri dalam fisiknya tetapi kalbunya tidak. Kondisi ini lumayan baik, namun harus memenuhi beberapa syarat, untuk menyongsong arus rahmat Allah dalam kondisinya. Dan ketiga, ada yang ‘Uzlah lahir dan batin. Yaitu mereka yang disebut dengan Al-Mutakhalli atau Takhalli. Kondisi ketiga ini nantinya akan memasuki Tahalli (berias dengan akhlak mulia), dilanjutkan dengan Tajalli (menjadi manifestasi cahaya Ilahi). Kategori manusia yang ‘Uzlah lahir dan batin itu, terbagi pula menjadi tiga:
1. Orang yang ‘Uzlah agar dirinya bisa selamat,
2. Model orang yang ‘Uzlah karena ingin meraih sesuatu, dan
3. Orang yang ‘Uzlah untuk mendapatkan kenikmatan.
Yang pertama harus setelah mengetahui kondisi hatinya, ia harus melaksanakan kewajiban-kewajiban waktu, di samping ia harus membebaskan diri dari sikap bersu’udhan pada orang lain, siapa pun juga. Syarat kategori kedua, harus menjaga Sunnah Nabi disertai ketekunan beramal dan beribadah. Syarat kategori ketiga, adalah memanifestasikan kondisi mistikal kalbunya serta menjaga dari ucapan-ucapan yang tidak berguna. Wallahu A’lam.
Sementara itu medan kontemplasi yang dimaksud di atas, adalah mengikuti logika perjalanan pemikiran secara positif. Wilayah kontemplasi itu terbagi menjadi empat:

1. Adanya semesta jagad raya ini, menunjukkan adanya Allah, dan Allah adalah Maha Wujud Hakiki, sehingga muncul kesimpulan sikap menetapkan Yang Ada Hanyalah Allah, yang lain hanya ada semu atau tidak ada.
2. Adanya selera syahwat yang menjadi penghalang atau rintangan mencapai tujuan utamanya, karena itu syahwat itu tidak boleh mendapatkan peluang dalam medan kontemplasi.
3. Adanya kealpaan yang bisa memalingkan diri dari hamparan Ilahi, sehingga seseorang bisa waspada dengannya, agar tidak terjebak dalam kealpaan tersebut.
4. Adanya kehampaan dalam aktivitas hidup, dan karena itu jangan sampai menyimpang dari pemahaman yang benar.
Di alam modern, aktivitas yang sangat sibuk, manusia mestinya harus menyisakan waktunya untuk melakukan refleksi setiap hari. Refleksi itu dilakukan dalam ruang ‘Uzlah. Jika ada 24 jam sehari semalam, kita perlu menyisakan waktu, minimal satu jam saja, untuk lepas dari segala aktivitas duniawi. Berdiam diri sembari berkontemplasi akan tujuan utama hidup ini, dengan sejumlah pertanyaan, “Wahai diri, apa sebenarnya yang kamu cari dalam hidup ini? Ke mana hati ini akan menuju? Benarkah apa yang kita lakukan seharian sudah memiliki manfaat untuk dunia akhirat? Sudahkah kita memohon ampunan kepada Allah untuk kesalahan dan dosa kita hari ini? dan seterusnya.
Kelak jika terbiasa, walau pun kita sudah sibuk secara fisik dan fikiran, hati kita tidak terpengaruh. Sebab Kalbu telah melakukan ‘Uzlah maka, di mana pun ia berada dan dalam kondisi apa pun, hatinya tidak terpengaruh. Sebab hatinya tetap istiqamah, ‘Uzlah bersama Allah SWT. Namun semua itu perlu riyadlah atau latihan ruhani.
Sumber :
Al Hikam, Athoillah Syakandari

No comments: