UZLAH
"Tak ada yang lebih bermanfaat bagi kalbu ketimbang ‘Uzlah yang
memasuki medan kontemplasi"
“Tak ada sesuatu yang lebih bermanfaat atas hati sebagaimana uzlah, sebab dengan memasuki uzlah alam pemikiran kita akan menjadi lapang.”
“Tak ada sesuatu yang lebih bermanfaat atas hati sebagaimana uzlah, sebab dengan memasuki uzlah alam pemikiran kita akan menjadi lapang.”
Keutamaan Uzlah
Uzlah artinya mengasingkan diri dari dunia ramai, masuk ke
dunia kesendirian, dengan tujuan menghidupkan jiwa dan mensucikan pikiran dari
pengaruh yang merusak. Dengan uzlah akan memperkuat pikiran sehat,
menerangi logika dengan sinar Allah, menjauhkan diri dari pikiran maksiat dan
perbuatan dosa. Sebab kadang perbuatan maksiat memasuki rongga hidup manusia,
datangnya tiba-tiba dan tak dapat diduga-duga.
Dalam uzlah alam
pikiran manusia akan menjadi tenang dan luas jangkauannya, wawasan berpikirnya
pun bertambah, sedangkan jiwanya menjadi bersih dan tenteram. Dalam keadaan
tenang manusia mampu berpikir tentang ciptaan Allah, dan kebesaran Allah
sebagai Maha Pencipta alam semesta serta isinya.
Dengan uzlah akan terhimpun dalam rongga jiwa
kita sifat-sifat mulia, akhlaqul karimah, serta terhindar dari sifat-sifat
mazmumah dan akhlak yang bejat. Cara uzlah ini sekaligus akan memelihara
iman dan keyakinan kita serta akan membersihkan jiwa kita dari dosa-dosa kecil,
demikian juga akan menghindarkan si hamba dari mendekati dosa-dosa besar.
Sifat-sifat mulia, seperti kalimat-kalimat zikir,
pikiran bersih, cita-cita suci, kehendak-kehendak yang menggerakkan amal,
perasaan yang menghidupkan iman dan semangat jihad, demikian juga keinginan
untuk memberi pertolongan.
Akal pikiran yang menjadi alat berpikir manusia harus
selalu dijaga kebaikannya, karena orang yang akan berpikir sajalah yang akan
memperoleh kemajuan hidup. Berpikir dan menganalisa dengan pikiran yang sehat
akan menyelamatkan manusia dari kekacauan dan ketidakstabilan.
Akal sehat dan pikiran yang jernih akan membiarkan
manusia memilih mana yang maslahat dan mana yang mafsadah. Demikian akal
pikiran yang dipergunakan akan menjadi kemudi jalan hidup kita, serta
mengendalikan pikiran yang berlebih-lebihan, dan menempatkan pikiran pada
tempat yang tepat dan strategis.
Orang yang suka ber-uzlah, mampu mengatur jalan
pikirannya di waktu hening. Pikiran yang dikendalikan secara teratur akan
mendapatkan hasil pikiran yang mampu menggerakkan hidup dan mengarahkannya
kepada apa yang dikehendaki oleh syariat agama Islam, dan mengantarkan
hamba-hamba Allah kepada “mardhotillah”.
Di saat-saat tertentu adakalanya kita memerlukan
logika di samping syariat. Diwaktu seseorang sedang berpikir dikala suasana
hening ia akan memperoleh inspirasi (ilham), atau hidayah ilhami dari pikiran
yang sedang diaturnya, sehingga akan mudah memecahkan persoalan yang sedang
dihadapi. Baik itu persoalan duniawi maupun persoalan ukhrawi. Masuk kepada
persoalan yang memerlukan analisa berpikir, maka agama sebagai bagian dari
pedoman pemecahan persoalan, akan memberi kepada nilai-nilai hidup yang lebih
banyak faedahnya.
Keutamaan yang diperoleh dari sifat uzlah cukup
banyak dan bervariasi menuju kesuksesan yang diridhai Allah Swt. Di samping
itu, semangat uzlah diperlukan bagi kebangkitan alam pikiran Islami dari
masa ke masa.
Keutamaan yang dapat ditemukan dalam uzlah,
adalah terhindarnya seorang hamba dari perbuatan maksiat, seperti menggunjing,
berolok-olok, mengumpat, sombong, dengki, iri, dusta, namimah, ghibah, durhaka,
menghina dan bermacam-macam sifat yang buruk. Uzlah ibarat tempat
pencucian diri. Dengan demikian akan terpeliharalah agama, dan terhindar dari
keburukan, kemaksiatan dan fitnah.
Uzlah akan memberi kesempatan bagi si hamba
menyibukkan diri dengan kesucian hati, lidah dan perilaku, dan menghindarkan
diri dari kesibukan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Uzlah adalah
salah satu jalan hijrah dari kejelekan kepada kebaikan, dari kesempitan
berpikir kepada kelapangan berpikir. Abi Ishaq Ibrahim bin Mas’ud berkata,
“Dengan terasing, akan terhimpunlah cita-cita. Dan dengan cita-cita itu akan
memperkokoh keyakinan kepada Allah, sedang rencana sangat berbeda dari
cita-cita ataupun harapan.”
Dikatakan lagi, bahwa seorang hamba yang hidup menyepi
maka ia dapat mengheningkan dirinya dan menyimpulkan masalah yang dianalisanya
dalam situasi yang bersih. Nabi Isa as. berkata, “Kalau kamu duduk dengan orang
mati, maka kamu akan mati sebelumnya, dan kalau kamu duduk dengan orang yang
hidup pikirannya, kamu akan menjadi orang yang hidup dan suka berpikir.”
Sesungguhnya para hamba Allah yang saleh akan banyak
meluangkan waktu bersepi-sepi sendiri (berbuat uzlah) untuk merenungkan
dirinya dan mengevaluasi amal ibadahnya, mencuci hati dan pikirannya dengan
perenungan yang suci, dan memberi arah kepada pikirannya dengan logika yang
sehat dan wawasan yang dalam. Disaat jiwa kita jernih akan jernih pula hati dan
pikiran kita, dan disaat hati kita lapang akan lapang juga pikiran dan akal
kita.
Uzlah
Qolbu
Mengapa ‘Uzlah? Karena
melalui ‘Uzlah itulah seseorang bisa selamat dari tipudaya-tipudaya, sementara
dengan ruang kontemplasi mampu memberikan pencerahan cahaya dalam jiwa. Setiap
‘Uzlah yang tidak disertai dengan kontemplasi pemikiran, maka hanya akan
melahirkan kekosongan dan kesombongan belaka. Dalam saat yang sama, suatu
aktivitas kontemplasi juga tidak bisa dilakukan tanpa ‘Uzlah itu sendiri.
Menurut Syekh Abul Qasim al-Qusyairi dalam Ar-Risalatul Qusyairiyah, ‘Uzlah merupakan lambang bagi orang yang sedang wushul (sampai) kepada Allah. Memisahkan diri dari keramaian manusia sangat diperlukan bagi mereka yang baru saja menempuh jalan suf. Selanjutnya ia mengasingkan hatinya dari duniawi karena berada dalam kesukacitaan luar biasa dalam hatinya.
Menurut Syekh Abul Qasim al-Qusyairi dalam Ar-Risalatul Qusyairiyah, ‘Uzlah merupakan lambang bagi orang yang sedang wushul (sampai) kepada Allah. Memisahkan diri dari keramaian manusia sangat diperlukan bagi mereka yang baru saja menempuh jalan suf. Selanjutnya ia mengasingkan hatinya dari duniawi karena berada dalam kesukacitaan luar biasa dalam hatinya.
Banyak sekali uraian tentang ‘Uzlah dari para sufi. Tentu saja pengalaman mistikal mereka sangat mempengaruhi terminologi yang muncul dalam menguraikan soal ‘Uzlah tersebut.
Dalam suatu hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Di antara cara-cara
terbaik bagi manusia dalam mencari penghidupan adalah seseorang yang
mengendarai kuda di jalan Allah, dan apabila ia mendengar suara manusia-manusia
yang panik atau ketakutan dalam berperang ia memacu kudanya mencari mati syahid
atau kemenangan di medan jihad. Atau seseorang menggembalakan biri-biri dan
kambing-kambingnya di puncak gunung atau di kedalaman lembah, namun tetap
mendirikan shalat, membayar zakat dan beriubadat kepada Tuhan hingga mencapai
keyakinan. Tidak ada urusan dengan sesama manusia kecuali didasarkan atas
kebajikan?
Hadits di atas menunjukkan
betapa, suatu keberanian mencapai keyakinan akan “banyak digoda oleh hiruk
pikuk ketakutan dan kekhawatiran. Hal yang sama ketika seseorang berada dalam
kesunyian, di gunung atau di lembah-lembah, seseorang malah memacu jiwanya
untuk lebih dekat dengan Allah SWT.
Untuk melakukan ‘Uzlah kata
al-Qusyairi, seseorang harus memantapkan ilmu agamanya dan tauhidnya, agar
dalam proses ‘Uzlah tersebut, seseorang tidak tergoda bisikan-bisikan syetan.
Biasanya para sufi mengaitkan tradisi ini dengan khalwat dan zuhud. Zuhud
sendiri merupakan buah dari ‘Uzlah. Abu Muhammad al-Jurairi ketika ditanya, apa
sebenarnya ‘Uzlah itu? Ia menjawab, “Uzlah adalah Anda masuk dalam kumpulan
orang banyak sambil menjaga batin Anda supaya tidak diharu-biru oleh mereka.
Anda menjauhkan diri dari dosa-dosa, sementara batin Anda berhubungan dengan
Allah.
‘Uzlah di sini berarti
‘Uzlah Kalbu, agar sejumlah fenomena lahiriah, fenomena kehidupan, sama sekali
tidak mengganggu ketentraman hati seseorang, apa pun yang terjadi. ‘Uzlah
inilah, yang menciptakan seseorang tetap “sunyi dalam keramaian, dan ramai
dalam kesunyian?. Artinya, hati tetap merasa sunyi bersama Allah ketika
seseorang berada di tengah hiruk pikuk kehidupan, dan sebaliknya hatinya
senantiasa ramai dengan dzikrullah di tengah-tengah kesunyian dirinya.
‘Uzlah itu memang menyendiri, mengesampingkan dari hiruk-pikuk duniawi, ketika seseorang sedang memproses dirinya untuk sampai kepada Allah SWT. Karena itu secara lahiriah, ‘Uzlah perlu dilakukan dengan “menyendiri tanpa diganggu oleh keramaian. Jika hatinya telah mampu, maka baru hatinya yang ‘Uzlah, sementara dhahirnya berada di tengah keramaian.
‘Uzlah itu memang menyendiri, mengesampingkan dari hiruk-pikuk duniawi, ketika seseorang sedang memproses dirinya untuk sampai kepada Allah SWT. Karena itu secara lahiriah, ‘Uzlah perlu dilakukan dengan “menyendiri tanpa diganggu oleh keramaian. Jika hatinya telah mampu, maka baru hatinya yang ‘Uzlah, sementara dhahirnya berada di tengah keramaian.
Menurut pensyarah Al-Hikam,
Syekh Zaruq, membagi ‘Uzlah dalam tiga kategori. Pertama, manusia yang ‘Uzlah
kalbunya, sementara fisiknya tidak. Inilah yang merupakan eksistensi yang nyata
dan perjalanan yang cemerlang. Situasi dan kondisi mistikalnya adalah kondisi
manusia-manusia Muttaqin dan telah mencapai keparipurnaan.
Kedua, manusia yang menyendiri dalam fisiknya tetapi kalbunya tidak. Kondisi ini lumayan baik, namun harus memenuhi beberapa syarat, untuk menyongsong arus rahmat Allah dalam kondisinya. Dan ketiga, ada yang ‘Uzlah lahir dan batin. Yaitu mereka yang disebut dengan Al-Mutakhalli atau Takhalli. Kondisi ketiga ini nantinya akan memasuki Tahalli (berias dengan akhlak mulia), dilanjutkan dengan Tajalli (menjadi manifestasi cahaya Ilahi). Kategori manusia yang ‘Uzlah lahir dan batin itu, terbagi pula menjadi tiga:
Kedua, manusia yang menyendiri dalam fisiknya tetapi kalbunya tidak. Kondisi ini lumayan baik, namun harus memenuhi beberapa syarat, untuk menyongsong arus rahmat Allah dalam kondisinya. Dan ketiga, ada yang ‘Uzlah lahir dan batin. Yaitu mereka yang disebut dengan Al-Mutakhalli atau Takhalli. Kondisi ketiga ini nantinya akan memasuki Tahalli (berias dengan akhlak mulia), dilanjutkan dengan Tajalli (menjadi manifestasi cahaya Ilahi). Kategori manusia yang ‘Uzlah lahir dan batin itu, terbagi pula menjadi tiga:
1. Orang yang ‘Uzlah agar
dirinya bisa selamat,
2. Model orang yang ‘Uzlah
karena ingin meraih sesuatu, dan
3. Orang yang ‘Uzlah untuk
mendapatkan kenikmatan.
Yang pertama harus setelah
mengetahui kondisi hatinya, ia harus melaksanakan kewajiban-kewajiban waktu, di
samping ia harus membebaskan diri dari sikap bersu’udhan pada orang lain, siapa
pun juga. Syarat kategori kedua, harus menjaga Sunnah Nabi disertai ketekunan
beramal dan beribadah. Syarat kategori ketiga, adalah memanifestasikan kondisi
mistikal kalbunya serta menjaga dari ucapan-ucapan yang tidak berguna. Wallahu
A’lam.
Sementara itu medan
kontemplasi yang dimaksud di atas, adalah mengikuti logika perjalanan pemikiran
secara positif. Wilayah kontemplasi itu terbagi menjadi empat:
1. Adanya semesta jagad raya ini, menunjukkan adanya Allah, dan Allah adalah Maha Wujud Hakiki, sehingga muncul kesimpulan sikap menetapkan Yang Ada Hanyalah Allah, yang lain hanya ada semu atau tidak ada.
1. Adanya semesta jagad raya ini, menunjukkan adanya Allah, dan Allah adalah Maha Wujud Hakiki, sehingga muncul kesimpulan sikap menetapkan Yang Ada Hanyalah Allah, yang lain hanya ada semu atau tidak ada.
2. Adanya selera syahwat
yang menjadi penghalang atau rintangan mencapai tujuan utamanya, karena itu
syahwat itu tidak boleh mendapatkan peluang dalam medan kontemplasi.
3. Adanya kealpaan yang
bisa memalingkan diri dari hamparan Ilahi, sehingga seseorang bisa waspada
dengannya, agar tidak terjebak dalam kealpaan tersebut.
4. Adanya kehampaan dalam
aktivitas hidup, dan karena itu jangan sampai menyimpang dari pemahaman yang
benar.
Di alam modern, aktivitas
yang sangat sibuk, manusia mestinya harus menyisakan waktunya untuk melakukan
refleksi setiap hari. Refleksi itu dilakukan dalam ruang ‘Uzlah. Jika ada 24
jam sehari semalam, kita perlu menyisakan waktu, minimal satu jam saja, untuk
lepas dari segala aktivitas duniawi. Berdiam diri sembari berkontemplasi akan
tujuan utama hidup ini, dengan sejumlah pertanyaan, “Wahai diri, apa sebenarnya
yang kamu cari dalam hidup ini? Ke mana hati ini akan menuju? Benarkah apa yang
kita lakukan seharian sudah memiliki manfaat untuk dunia akhirat? Sudahkah kita
memohon ampunan kepada Allah untuk kesalahan dan dosa kita hari ini? dan
seterusnya.
Kelak jika terbiasa, walau
pun kita sudah sibuk secara fisik dan fikiran, hati kita tidak terpengaruh.
Sebab Kalbu telah melakukan ‘Uzlah maka, di mana pun ia berada dan dalam
kondisi apa pun, hatinya tidak terpengaruh. Sebab hatinya tetap istiqamah,
‘Uzlah bersama Allah SWT. Namun semua itu perlu riyadlah atau latihan ruhani.
Sumber :
Al Hikam, Athoillah Syakandari
No comments:
Post a Comment