Tuesday, July 2, 2013

HURU HARA DUNIA


HURU HARA KEHIDUPAN DUNIA ( Hikmah 24 )

JANGANLAH KAMU HERAN KETIKA TERJADI KEKACAUAN SELAGI KAMU BERADA DIDALAM DUNIA KARENA SESUNGGUHNYA KEKACAUAN ITU TIDAK TERJADI MELAINKAN KARENA BEGITULAH YANG PATUT TERJADI DAN ITULAH SIFAT DUNIA YANG ASLI.

Syeikh Ibnu Athoillah mengajarkan hikmah tentang cara manusia memandang kepada dunia sebagai hijab yang menutupi pandangan hati terhadap Allah SWT. 
Saat seseorang menghadapi peristiwa yang terjadi di dunia, dia terbagi dalam dalam dua pandangan, pertama mereka melihat bahwa peristiwa yang terjadi adalah akibat perbuatan makhluk atau yang kedua mereka berpandangan bahwa semua peristiwa yang terjadi itu adalah perbuatan Tuhan. 
Hikmah ini menfokuskan pengajaran hikmah kepada segolongan manusia yang melihat peristiwa yang terjadi di dunia sebagai perbuatan Tuhan tetapi mereka tidak dapat melihat hikmah Tuhan dalam perbuatan-Nya.

Manusia yang telah memperoleh keinsafan dan hatinya sudah berangsur bersih, dia akan cenderung untuk mencari kesempurnaan. Dia sudah biasanya sudah melalui berbagai koridor perjalanan. Dia sudah uzlah. Dia sudah mesucikan dirinya. Dia sangat ingin untuk melihat kerajaan Tuhan mewujud diatas muka bumi ini. Dia sangat ingin melihat umat Nabi Muhammad s.a.w  menjadi pemimpin dari sekalian umat manusia. Dia ingin melihat semua umat manusia hidup rukun damai Dia inginkan segala yang baik-baik dan sanggup berkorban untuk mendatangkan kebaikan kepada dunia. 

Begitulah berbagai keinginan orang yang hatinya sudah berangsur bersih. Mereka ingin, agar manusia kalau berdoa itu yang muncul kepasrahan bukan todongan. Mereka juga membangun komunitas yang saling menasehati tentang kesabaran dan kebenaran. Mereka juga ingin mengikatkan diri dalam kelompok silaturrahmi yang produk kinerjanya adalah positif, ikhlas, bermanfaat, berfaedah dan anti kemubadziran. Gagasan dan rancangan amalusolihah digagas. kepedulian kepada sesama juga di rancang. silaturrahmi juga digalakkan.

Tetapi, apa yang terjadi adalah kebalikan dari apa yang menjadi hasrat murni si hamba Allah SWT  yang insaf itu. Huru hara terjadi dimana-mana. Pembunuhan terjadi di sana sini. Umat Islam ditindas di setiap tempat. Ketidak-adilan dan kedzoliman tumbuh dengan subur. Seruan kepada kebaikan tidak dihiraukan. Ajakan kepada perdamaian tidak dipedulikan. Perbuatan maksiat terus juga dilakukan tanpa segan ataupun malu.

Si hamba tadi melihat kekacauan yang terjadi di dunia ini dirasakan seperti mata tombak menikam kedalam hatinya. Hatinya merintih, “Agama-Mu dipermainkan, di manakah pembelaan dari-Mu wahai Tuhan! Umat Islam ditindas, dimanakah pertolongan-Mu Wahai Tuhan! Seruan kepada jalanMu tidak disambut, apakah Engkau hanya berdiam diri wahai Tuhan! Manusia melakukan kedzoliman, kemaksiatan dan kemunkaran, apakah Engkau hanya membiarkan wahai Tuhan?”. 
Beginilah keadaan hati orang yang merasa heran melihat kekacauan kehidupan dunia ini dan dia tidak berkuasa menjernihkannya. 

Allah SWT menjawab keluhan hamba-Nya dengan firmanNya: "Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”. Mereka bertanya (tentang hikmah ketetapan Tuhan itu dengan berkata): “Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (saling membunuh), padahal kami senantiasa bertasbih memuji-Mu dan mensucikan-Mu?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak mengetahuinya”. ( Ayat 30 : Surah al-Baqarah )

Bahkan para malaikat sudah dapat membayangkan tentang kehidupan dunia yang akan dijalani oleh makhluk berwujud manusia sebelum manusia pertama diciptakan. Sifat dunia yang dinyatakan oleh malaikat ialah kekacauan dan pertumpahan darah. Dunia adalah ibu sementara kekacauan dan pertumpahan darah adalah anaknya. Ibu tidak melahirkan anak kecuali dari jenisnya juga. 

Kekacuan, peperangan, pembunuhan dan sebagainya di dunia adalah sesuatu yang niscaya terjadi, maka tidak perlu diherankan. Jika terdapat kedamaian dan keharmonisan disana sini di dunia, itu adalah sagu-hati  atau kelahiran yang tidak mengikut sifat ibunya. Seterusnya Allah SWT menceritakan tentang dunia: 

Allah saja berfirman, “Turunlah kamu semuanya, dengan keadaan setengah  kamu menjadi musuh bagi setengahnya yang lain, dan bagi kamu disediakan tempat kediaman di bumi, dan juga diberi kesenangan hingga suatu ketika (mati)”. ( Ayat 24 : Surah al-A’raaf )

Allah SWT menerangkan dengan jelas tentang sifat-sifat dunia yang dihuni oleh manusia. Manusia bermusuhan sesama dengan sesamanya, saling menghancurkan dan kesenangannya adalah tipu daya. Segala perkiraan dan pembalasan yang berlaku didalam dunia ini tidaklah sempurna.

Manusia dibagi menjadi dua golongan yaitu yang beriman dan yang tidak beriman. Golongan yang tidak beriman menerima upah terhadap kebaikan yang mereka lakukan semasa didunia dan diakhirat kelak mereka tidak dapat  menuntut apa-apa lagi dari Tuhan. Janganlah heran dan merasa iri hati sekiranya Tuhan membalas kebaikan mereka ketika mereka masih hidup di dunia dengan memberikan kepada mereka berbagai kelebihan dan kemewahan. 
Mereka tidak berhak lagi menuntut nikmat akhirat dan tempat kembali mereka disana kelak ialah neraka jahanam. Begitu juga janganlah heran dan bersedih hati sekiranya orang-orang yang beriman dan beramal salih terpaksa menghadapi penderitaan dan penghinaan semasa hidup didunia. 
Dunia ini tidak layak dijadikan tempat buat Allah SWT  membalas kebaikan mereka. Balasan kebaikan dari Allah SWT sangat tinggi nilainya, sangat mulia dan sangat agung, tidak layak dimuat dan diberikan di dunia yang nilainya tak seberapa. Dunia hanyalah tempat hidup, beramal dan lalu mati. Setelah terjadi kiamat kita akan dibangkitkan dan yang menunggu kita adalah negeri yang abadi.
Si hamba yang sudah mendalami hikmah kebenaran menjadi bingung karenanya. Bingung, karena heran bahwa betapa bodohnya manusia yang tidak mau mengikuti jalan kebenaran. 
Lalu apa yang harus dilakukan? kesadaran dari perenungan berbagai hikmah dengan realitas kehidupan yang haru biru dan berhuru hara. Di sinilah kewaspadaan sang pencari hikmah yaitu  sang peniti jalan Tuhan diuji. diujinya adalah apakah dia menjadi manusia perenung penyendiri dengan dalih membersihkan hati dan perilaku , atau dia masuk terjun ke dalam dunia dengan segala hingar bingarnya. Kalau menyendiri, laku apa yang harus dikerjakan? menjadi pertapa? atau pendekar menjadi 'orang tua' alias dukun? kalau terjun ke dunia hingar bingar, pegangan apa yang mesti dipeluk dan dijadikan panduan?
Alloh SWT maha bijaksana. Alloh maha tahu apa kebutuhan hambaNya. Untuk keduanya, Alloh memberi tuntunan yang diberi label SYARIAT.
Ya Syariat, berarti jalan lurus menuju ke suatu tujuan.
Manusia pasti linglung bila tidak memegang syariat. Manusia pasti berperilaku aneh, bila tidak mengikuti langkah langkah dalam syariat.
Siapa yang mencari sesuatu yang bukan karya Alloh, maka dia akan menjadi lelah dan loyo karenanya. Dan Alloh tidak akan memberi yang dicarinya.
Apa itu? itulah kesenangan dunia !!!
Jadi seharusnya seorang murid, seorang salik yang bersungguh dalam meniti jalan Ilahi, jangan sampai menoleh, terkecoh dan mlengos, terhadap hal yang mebikin hatinya susah. Bersungguhlah dalam upaya menuju dan mengahadap ke hadirat ilahi. Berjalanlan terus dengan panduan syariat sehingga engkau bisa dengat dan mengahadap kehadiratNya. Sinar matahari ma'rifat Alloh akan mnerangi hatimu dan menyingkan kegelapan Aghyar . Dan semua hal yang menyusahkan dan membuat hatimu gundah sedih, zakan sirna dan hilang karena kau selalu memandang kepada Alloh. Karena kau selalu muroqqobah dengan Alloh. Karena Alloh adalah Dzat yang Maha menang dan besar sekali pengampunannya.
Masih ingat hadirat ilahi bukan? Coba Bu Mia, tunjukkan tiga tempat di dunia ini yang terpilih, dimana suasana dan atmosfir hadirat Ilahi sangat kental di dalamnya?
Coba Mbak Khom, masih ingat bukan 3 tempat di alam lain yang posisinya sama dengan ka'bah? Kalau lupa, tanyalah paka Pak Siens, beliau pasti tahu, karena dialah sang perangkum handal.
Lalu apa itu syariat? apakah sama dengan fiqih? apakah sama dengan hukum islam ?
Arti Syari’at, adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk minum. Syari’at menurut istilah adalah peraturan atau hukum Allah SWT yang diturunkan melalui rasulNya, untuk manusia, agar mereka mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Syari’at Islam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita. Ilmu tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa.
3. Ilmu Fiqh, yaitu aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama, ibadah, yaitu hukum tatacara hubungan manusia dengan Tuhannya. Kedua, muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh juga disebut Qanun  atau undang-undang.

Tujuan Syariat Islam ada 5,  yaitu:
1. Memelihara kemaslahatan dan kemurnian agama.
2. Memelihara jiwa. Jiwa siapapun harus dilindungi. Islam sangat menghargai jiwa.
3. Memelihara akal. Akal manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah).
4. Memelihara keturunan dan kehormatannya. Syariat islam mengatur secara jelas, siapa anak siapa. Siapa mewarisi harta yang mana.
5. Memelihara harta benda. Syariat Islam, menjamin kepemilikan harta seseorang. Syariat Islam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap kepemilikan properti seseorang.
 
Fikih adalah Ilmu tentang hukum-hukum syara' yang bersifat amaliah yang ditemukan dari dalil-dalilnya yang rinci. Sebagai salah satu disiplin ilmu keislaman, maka ada 4 atribut yang bisa diambil dari pengertian fikih, yaitu:
Pertama, fikih adalah suatu ilmu. Karena suatu ilmu maka fikih punya kaidah atau methodenya yang khas.
Kedua, fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat. Artinya lingkup fikih adalah syariat. Jadi dalam fikih tidak dibicarakan hukum akal dan hukum lainnya.
Ketiga, fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara' yang bersifat amaliah. Artinya fikih perbuatan yang dilakukan manusia baik dalam bentuk ibadah maupun mu`amalah. maknanya, hukum-hukum non amaliah, seperti dasar iman, bukan bagian dari kajian fikih.
Keempat, fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum yang bersifat amaliah yang ditemukan dari dalil-dalilnya dari sumbernya yaitu nash al-Qur`an atau hadis melalui proses pencarian, deduksi, penyimpulan dan  analisis .

Kalau begitu, fikih adalah dugaan kuat yang dicapai oleh seorang peneliti ahli hukum islam yang dalam usahanya telah  menemukan hukum Allah. 

Syariat itu bersifat tetap dan pasti  tentang kebenaran serta keadilannya karena berasal dari kehendak Allah.
Sementara fikih, tidak bersifat tetap. Fikih bisa saja diubah dan dirombak sesuai dengan perbedaan tempat, perubahan waktu, serta lingkungan dan dinamika kultur masyarakat. Kebenaran dan keadilan fikih tidak bersifat relatif. Sifat fikih yang demikian disebabkan fikih adalah interpretasi terhadap hukum syariah. 

Berdasarkan fakta sejarah pembentukan fikih, dipengaruhi kebiasaan, kultural, politik, dan faktor-faktor lainnya.
Lalu, Bagaimana kalau ada orang menyebut kata hukum islam? hukum islam adalah koleksi daya upaya ahli hukum Islam untuk menerapkan syariat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 
Kata ”koleksi daya upaya menerapkan syariat” itulah yang dinamakan fikih.

Meskipun syariat itu bukan fikih, akan tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan. Karena, syariat adalah asal, pokok, sari atau inti, ajaran yang ideal serta berlaku secara universal. Sementara fikih, adalah cabang dan perwujudan dan syariat. Fikih harus responsif terhadap persoalan-persoalan di sekitarnya. 

Konsekuensinya, perubahan dan perbedaan fatwa atau opini hukum niscaya terjadi karena perbedaan waktu, tempat, situasi, tujuan, niat dan adat istiadat. Hal ini adalah keniscayaan sehingga fikih, sebagai perwujudan syariat memiliki adaptabilitas dengan dinamika kehidupan sosial yang setiap saat terus berubah.

Syariat, sebagai ajaran yang diyakini hanya bisa dibuktikan melalui fikih. Konsep-konsep syariat yang ideal harus diterjemahkan fikih dalam tataran praktis, nyata dan dibumikan dalam realitas sosial.

So, maknanya pengembangan syariat sangat tergantung pada fungsi dan pola fikih. Dan, pengamalan hukum fikih adalah bagian dari pengalaman syariat juga. Dengan ungkapan lain, fikih adalah bagian dari syariat, tetapi bukan syariat itu sendiri.

Di dalam Fikih juga terkandung hukum syara’, maksudnya, sesuatu yang telah ditetapkan oleh titah Allah yang ditujukan kepada manusia, yang penetapannya dengan cara tuntutan/ perintah (thalab), bukan pilihan (takhyir), atau wadha’.
Yang dimaksud dengan wadha’ adalah sesuatu yang diletakkan menjadi sebab atau menjadi syarat, atau menjadi pencegah terhadap yang lain. Misalnya, sabda Rasulullah saw., “Allah swt. tidak menerima shalat yang tidak dengan bersuci.” Hadits ini menunjukkan bahwa bersuci adalah dijadikan syarat untuk shalat.

Itulah sebabnya hukum syara’ dibagi menjadi dua, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi adalah sesuatu yang menunjukkan tuntutan atau perintah untuk berbuat, atau meninggalkan perbuatan itu.
Hukum wadh’i adalah yang menunjukkan bahwa sesutu telah dijadikan sebab, persyaratan, dan pencegahan untuk suatu perkara. Contoh syarat mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan kepadanya.

Hukum taklifi terbagi dua, yaitu azimah dan rukhshah.
Azimah adalah suatu hukum asal yang tidak pernah berubah karena suatu sebab dan udzur. Sedangkan rukhshah adalah suatu hukum asal yang berubah karena suatu halangan/ udzur.
Azimah meliputi berbagai macam hukum, yaitu:
1. Wajib. Adalah perbuatan yang telah dituntut dilakukan dengan bentuk  keharusan.
2. Haram. Adalah perbuatan yang dituntut ditinggalkan dengan bentuk  keharusan.
3. Sunnah. Adalah perbuatan yang lebih utama  dikerjakan daripada ditinggalkan.
4. Makruh. Adalah sesuatu yang lebih utama ditinggalkan daripada dikerjakan tanpa ada unsur keharusan.
5. Mubah. Mubah adalah pekerjaan optional antara pilihan dikerjakan dan ditinggalkan tanpa ada konsekwensi.

Kembali ke topik huru hara dunia. Kita jangan grogi, jangan groyok, jangan loyo dan jangan terkecoh dengan segala kesulitan dan juga kesenangan dunia. Dunia memang memiliki anak yang bernama kesulitan, kegelisahan, kesediahan, kelalaian dan sebagainya.

Cara selamat dari dunia seperti itu, adalah kita tegap menghadapi. Jangan dihindari, jangan ditinggal lari, apalagi bunuh diri. 
Alloh telah memberi senjata, panduan, bimbingan dan manasik kemada manusia kalau mau kuat dan mampu mengendalikan dunia. Panduan itu bernama SYARIAT. Di dalam syariat ada Fikih yang amat dinamis. Jadi Juga jangan bertengkar karena fikih. Jangan menghilangkan tauhid karena fikih. Jangan merendahkan akhlak karena fikih. Tapi manfaatkan fikih untuk memperkuat iman dan akhlak. Gunakanlah fikih sebagai bagian dari pembumian ketaan kita kepada Alloh SWT.

Selamat menyongsong romadhon. Kapanpun Anda memulainya, tidak masalah, asal punya keyakinan pedoman dengan dalil. Jangan putuskan silaturrahmi. Bagi yang berpuasa duluan, coba, beri tetangga semangkung opor ayam untuk makan siangnya. Bagi yang berpuasa belakangan, hadiahilah tetangganya dengan kolak segar saat mereka berbuka pertama.

Demikian penjabaran tentang Huru hara Dunia, hikmah ke 24. Dalam bahasa jawa bisa diterjemahkan sebagai berikut :

"Ojo nganggep aneh marang tekane perkoro kang ndadeake sumpeg ati siro. Jalaran Alam ndonyo iki mesti nglahirake keturunan kang dadi sifate, yaitu perkoro kang nyumpekake ati lan nyusahake ati. Anak kuwi ora bakal bedo karo sifate bopo biyunge. Ndonyo kang buthek, mesthi nglahirake putro kang nyumpekake ati ".

Mohon maaf bila ada khilaf.
Alfatehah.